“Lho?
Aulia ya?” ujar sebuah suara cempreng yang mendekati
Aulia.
Aulia langsung pucat pasi ketika bertemu sosok itu. Chaka.
Dia adalah mantan pacar Aulia yang meninggalkan sejuta luka. Saat putus Aulia
berjanji akan segera menemukan kebahagiannya sendiri dan segera beralih pada
pria lain yang memiliki lebih dari segalanya dari Chaka walau kenyataannya kini
ia masih sendiri.
Aulia memberikan senyuman datar pada Chaka yang datang
seperti sedang mengejeknya. Seorang wanita bergelayut manja di lengan pria itu.
Sekali lihat Aulia sudah tahu jika wanita itu adalah pacar baru Chaka.
“Sama siapa ke sini?”
Nassar yang mulai terganggu akhirnya meletakkan sendoknya
dan memalingkan wajah ke arah Chaka.
“Pacar kamu ya?” tanya Chaka pada Aulia. “Duh dapetnya model
kayak gini ya? Bukannya waktu itu kamu bilang bisa dapetin pria yang lebih
segalanya dari aku?”
Nassar mulai menghembuskan nafas karena sekarang ia
benar-benar kesal. Nassarpun berdiri. Chaka kaget dan mundur selangkah.
“Sabar bro!” ujarnya.
“Loe ada urusan sama Aulia, kalo ngga ada mending loe cabut
deh.” Balas Nassar.
“Bro, loe tahu ngga . Dulu itu Aulia ngejar-ngejar gue.
Yaudah gue terima aja kan kasian ya.”
DEG . . . Hati Aulia panas ketika mendengar kata ‘kasihan’.
“Eh taunya dia ga tahu dimanfaatin sama gue, terus dia ngga
mau diapa-apain padahal pacaran.”
Nassar menjadi kesal. Ia menarik kerah pria itu. “Berhenti
ngga loe bilang kayak gitu sama cewek gue.” Kata Nassar dengan suara menekan
menunjukkan bahwa ia sedang emosi.
“Bro, sabar Bro kita lagi di tempat umum.”
Nassar akhirnya melepaskan cengkramannya. Chaka lalu berlalu
dengan tidak sopan setelah memberikan senyuman mengejek pada keduanya.
“Makasih A Nassar, maafin jadi mengganggu makan siangnya.”
“Cowok bejad kayak gitu. Kok kamu bisa suka sama dia.”
“Dulu A, sekarang udah ngga.”
“Cari pacar tuh yang baik hatnya jangan cuman fisik doang
yang bisa diandelin. Cowok yang baik ngga akan mungkin ‘rusak’ ceweknya dengan
alasan pacaran atau apapun itu.”
Entah kenapa Aulia menangis mendengar kata-kata itu. Nassar
lalu mengambil beberapa tisu makan dan menyerahkan pada Aulia.
“Jangan nangis nanti dikira orang, aku lagi yang bikin kamu
nangis.”
Aulia langsung merebut tisu yang diberikan Nassar dan segera
menyeka air matanya, “Dasar kegeeran siapa juga orang yang liatin?”
Nassar tersenyum karena Aulia sudah kembali pada Aulia yang
dia kenal. Ia mengusap kepala Aulia lembut. Mereka tersenyum bersama.
@ @ @
Lesti tertidur di mobil Faul
setelah lelah menangis. Ia tertidur dengan mata bengkak dan baju basah. Faul
menyelimuti Lesti dengan handuk travel di mobilnya. Ia lalu memberhentikan mobil di
sebuah mini market dan mencari minuman hangat di sana.
“Dek . . . dek.” Faul mencoba
membangunkan Lesti sambil menepuk bahu Lesti perlahan.
Lesti langsung terbangun, ia
menggigil.
Faul menggapai ransel di kursi
penumpang dan mengeluarkan beberapa baju.
“Dek, ganti baju dulu nanti masuk
angin. Kebetulan masih ada beberapa baju bersih yang belum aku pakai sisa
minggu kemarin main ke bandung. Faul menyerahkan kaos lengan panjang, sweater
dan celana training.
“Uhuk . . . Uhuk. . .” Lesti
batuk.
“Nah kan, ganti baju ya dek. Di
minimarket ini wc nya lumayan bersih. Ganti sekarang ya?” pinta Faul.
Lesti memilih patuh dan mengambil
uluran baju dari Faul. Faul tidak tega ia juga mengambil baju ganti walau yang
tersisa hanya kaos oblong pendek tipis dan celana bahan formal. Ia mengunci
mobil dan memapah Lesti masuk ke dalam minimarket.
Faul membeli kantong berbahan
plastik di minimarket dan segera membayarnya. Ia memberikan satu pada Lesti dan
satu untuknya. Agar baju basah bisa ditempatkan dengan baik.
Faul lebih cepat selesai berganti
baju daripada Lesti. Faul menunggu di depan toilet wanita dan membuat orang
lain sedikit risih karena melihat seorang pria dekat-dekat dengan toilet
wanita.
Lesti keluar tak lama kemudian
dengan langkah sempoyongan. Faul sigap merebut baju basah lesti yang ditenteng
Lesti lalu Faul kembali memapah Lesti menuju mobil.
Kursi mobil basah karena mereka
masuk ke dalam mobil dalam keadaan basah kuyup. Faul merelakan beberapa lembar
handuknya untuk menjadi alas duduk Lesti agar tidak terkena jok mobil yang
basah setelah berganti bahu. Sedangkan Faul harus duduk kembali di kursi
pengemudi yang basah.
“Minum dek.” Faul menyodorkan
kopi hangat pada Lesti. Lesti meneguknya sekali dan mempertahankan minuman itu
di tangannya untuk mengusir dingin. Lesti memakai doubel baju Faul. Memakai kaos
dan sweater, tapi ia masih menggigil. Wajahnya memerah.
“Aku anter ke rumah sakit ya?”
Lesti menggeleng cepat, “Jangan
Ka, dedek mau pulang aja.”
Faul ingat jika ia menyimpan
selimut di bagasi mobilnya, ia segera turun dan setengah berlari mengambil selimut
itu dan menyelimutkannya pada Lesti. Lesti masih menggigil walau matanya telah
terpejam.
Faul segera memacukan mobilnya
menuju rumah Lesti.
Badan Lesti semakin lemah, Faul
setia menjadi sandaran Lesti saat ia berdiri.
Pintu rumah lesti terbuka berbarengan
dengan tubuh Lesti yang ambruk.
“Eh, kunaon ieu dek?” (Kenapa ini dek?”) Ayah Lesti terdengar panik
melihat putrinya ambruk.
Faul sigap membopong tubuh Lesti
dalam pangkuannya. “Biar sama saya saja Pak.” Tawar Faul tanpa menunggu
persetujuan ketika ayah Lesti terlihat kesulitan mau mengangkat Lesti.
“Kamar Lesti dimana pa?”
“Di atas Nak Faul, tapi simpan di
kamar tamu saja.” Ayah Lesti membuka pintu kamar tamu lebar-lebar. Faul lalu
menidurkan Lesti di tempat tidur.
“Apa yang terjadi Nak?”
“Saya ngga bisa bilang detailnya
pak, nanti biar Lesti yang bilang langsung sama bapak. Yang jelas lesti
kehujanan dan basah kuyup jadi saya menawarkan pakaian kering saya yang ada di
mobil.”
Walau Faul tak menceritakan
detailnya tapi Ayah Lesti tampaknya paham apa yang terjadi.
“Mohon maaf nak, jadi selalu
direpotkan.”
“Ngga apa-apa, Pa. Tadi Lesti
menggigil di mobil. Walau saya tidak cek suhunya tapi wajahnya kemerahan
sepertinya demam.”
“Makasih banyak Nak, Bapak ngga
tahu harus bilang apa lagi.”
“Saya pamit pulang ya pak, jika
suhu lesti ngga turun setelah istirahat tolong langsung ke rumah sakit ya pak.
Karena saya khawatir keadaannya semakin memburuk setelah sakit kemarin.”
Ayah Lesti mengangguk, dia
mengantarkan Faul dan mengambil baju basah dan tas Lesti yang masih ada di
mobil Faul.
“Permisi pak, saya pamit pulang. Assalamualaikum.”
“waalaikumsalam.”
Dan Faul bersin-bersih sepanjang
jalan menuju rumahnya (bukan corona). Faul juga merasa menggigil. Ia berkendara
perlahan dan hati-hati menuju rumahnya.
Ayah Lesti melihat mobil Faul
dari kejauhan. Diam-diam dalam hati kecilnya Ayah Lesti menyematkan do’a dan
harapan. ‘Ah andai saja pria seperti itu yang menjadi pasangan putri
satu-satunya itu.”
Review dan Sinopsis yang mimin tulis murni dari mimin pribadi
Setiap orang berhak untuk setuju atau tidak setuju dengan pendapat mimin
Karena suka atau tidak suka dengan suatu FILM/DRAMA tergantung selera masing-masing
Dan pendapat mimin sama sekali tidak menjadi generalisasi bahwa pendapat orang lain pun sama
Mohon menghormati pendapat mimin, dan mohon berkomentar dengan sopan ya..
Terimakasih.. ^^
Comments
Post a Comment
DONT BE SILENT READER, pleaase comment.. ^^ NO BASH