"Kenapa memangnya
Ka tadi?" tanya Lesti.
"Ha, Apa?" Faul tergagap.
"Tadi kenapa ngga jadi masuk ke kafe pasta? Dedek padahal lagi pengen pasta." Lesti sedikit cemberut.
"Itu, apa . . . tiba-tiba aku ingin makan ayam. Kata orang kan ayam di sini enak."
"Kan kaka tadi udah setuju mau makan pasta."
"Maafin yaa. Atau nanti dari sini aku beliin pasta untuk di- take away"
"Udah ngga apa-apa. Tapi dedek boleh nagsih saran ngga ka?"
"Apa?"
"Kalau bisa kakak jangan plin plan kalo sudah memiliki tujuan, jangan langsung berpindah ke tujuan lain."
Faul mengangguk, padahal ia tahu sekali dirinya bukan orang seperti itu. Dia terbiasa bergerak sesuai rencana dan dengan tujuan terarah setiap waktu.
"Makasih ya sarannya. Aku minta maaf sekali lagi."
"Iya ngga apa-apa Ka, maaf juga dedek kasar ya langsung ngasih masukan."
"Bagus sarannya kok." Faul mengacungkan jempol.
Mereka lalu melahap makanan untuk makan siang mereka di restoran ayam.
"Ka Faul mau bicara apa tadi di perpustakaan?"
"Oh iya, jadi maafin dek sepertinya yang salah paham bukan hanya dari pihak kamu dan fans kamu. Tapi dari keluarga aku juga."
"Keluarga Ka Faul salah paham?"
"Iya waktu kamu masuk IGD itu sebenarnya tante aku kerja di sana."
"Oh, waduh maaf ka. Dedek ngga pamit dong ya kemarin."
"Tante aku salah sangka kalau . . ."
"Kita pacaran?"
Faul mengangguk, "Aku udah bilang ngga ada apa-apa cuman teman tapi tante Risa malah bilang sama papah di Aceh jadinya runyam."
Lesti tersenyum, "Ngga apa-apa Ka, nanti juga hilang dengan sendirinya."
"Aku takutnya nanti kalo dedek ke rumah sakit itu lagi, tante Risa mungkin bakal 'gangguin' kamu."
"Ya ampun Ka Faul. Ga usah ga enakan. Kirain dedek ada apa. Dedek udah biasa ka digosipin sama siapa juga. Sampai akhirnya dedek pacaran sama . . ." Lesti tampak enggan melanjutkan.
Faul mengerti.
"Yah pokoknya karena dedek udah putus dan kalau beritanya sudah menyebar, sudah pasti dedek bakal digosipin lagi sama yang lain-lain jadi ngga usah ngga enak ya Ka."
"Aku nyebelin banget ya gangguin kamu buat hal-hal yang remeh kayak gini."
"Kaka mungkin hati-hati aja takut berdampak sampa dedek. Gak papa kok Ka. Santai aja."
Mereka lalu pergi setelah menghabiskan makanannya karena langit terlihat mendung.
Begitu akan kembali menuju kampus mereka melewati café pasta yang sebelumnya. Faul melirik ke dalam melewati kaca tembus pandang.
"Nyari apa Ka?" tanya Lesti yang melihat gerak gerik tak biasa Faul.
"Dek, tunggu di sini ya. Aku mau beli buat take away."
"Oh yaudah."
Faul masuk ke dalam café dan memastikan apa yang tidak ingin dilihatnya sudah tidak ada. Ia lalu memesan pasta.
Faul kaget karena ternyata pemandangan yang ingin dihindarinya masih ada. Mereka muncul dari toilet. Faul melihat keluar dan memastikan Lesti sedang tidak fokus ke dalam café. Benar saja Lesti tampaknya memandangi langit yang kelam karena hendak hujan.
Faul segera membayar pesanannya dan menyusul dua orang yang tampak mesra bergandengan tangan.
Faul menahan laju si Pria untuk berhenti berjalan.
"Jangan dulu keluar Ryan, tunggu bentar lagi."
Ryan yang melihat Faul dengan kasar melepaskan tangan Faul dari bahunya dan tampak tak mengindahkan permintaan Faul.
Faul berpikir cepat, ia setengah berlari keluar dari café pasta itu mendahului Ryan.
"Lesti, Ayo lari mau hujan." Pinta Faul sambil memegang lengan wanita itu dan bersiap mengajaknya berlari.
Lesti menangkap gelagat yang sangat aneh dari Faul.
Pintu café pasta terbuka. Pandangan Lesti langsung terarah ke sana. Faul gerak cepat menghalangi pandangan Lesti. Gerak gerik Faul malah membuat Lesti semakin penasaran tentang apa yang terjadi.
Lesti memilih berjalan menghindari Faul agar pandangannya tak terhalang.
Faul menunduk upayanya gagal.
Kini Lesti berhadap-hadapan dengan sosok yang sedari tadi berusaha disembunyikan Faul.
"A Ryan." Ujar Lesti dengan suara bergetar.
Ryan terdiam dan segera melepaskan tangan Mila yang sedari tadi digenggamnya.
"De . . . dek . . ."
Lesti hanya diam, mengangguk ringan sambil menujuk Ryan dan Mila bergantian. "Dedek paham sekarang apa yang terjadi."
"Dek, aku bisa jelasin." Balas Ryan.
"Udah jelas, dedek ngga butuh lagi alasan." Lesti berbalik dan berlari menjauh.
"Sudah ku bilang jangan dulu keluar." Suara Faul terdengar menahan amarah, "Nanti kita harus bicara soal ini." Suara Faul tegas seakan ingin membuat perhitungan, Ia lalu berlari berusaha menyusul Lesti yang sudah berjarak cukup jauh.
@ @ @
Awan yang gelap sudah tidak sanggup menahan beratnya beban air yang dibawa. Ia tumpah seketika diselingi suara guntur dan kilat. Orang-orang mulai berlarian dari jalanan menuju tempat berteduh agar tidak basah.
Lesti terus belari, ia tahu air hujan mengguyurnya dan badannya sudah basah kuyup tapi ia tidak mencari tempat berteduh. Ia membiarkan badannya terguyur air dan berharap semua yang dilihatnya hanya mimpi. Lesti tahu jika ia sudah putus dengan Ryan tapi ia tetap tidak percaya jika Ryan bisa langsung menggenggam tangan wanta lain, ia kira masih ada harapan untuk memperbaiki hubungannya asal ada kata maaf dari Ryan maka ia akan membuka pintu maaf selebar-lebarnya. Kenapa? Karena ia begitu mencintai Ryan.
Air mata Lesti berjatuhan bersamaan dengan air hujan di wajahnya. Hanya satu tempat yang cari. Tempat yang sepi.
Lesti berlari ke taman belakang perpustakaan, ia tahu di sana tempat yang sepi apalagi di kala hujan besar seperti ini. Ia duduk disana, menutup wajah dengan kedua tangan dan menangis sepuas yang ia mau. Ia tak peduli jika suaranya terdengar oleh orang sekitar, dan beruntung suara Lesti terkalahkan oleh suara rintik hujan dan halilintar yang keras.
Faul masih berusaha mencari sosok Lesti. Ia gagal menyusul Lesti karena hampir ditabrak motor ketika hendak menyebrang menuju kampusnya. Faul berlari dengan was-was dan khawatir. Ia berlari ke sana ke mari dan menanyakan siapa saja yang ia temui jika ada yang melihat Lesti.
Baju Faul sudah basah walau ia memakai jaket begitupun rambut Faul yang meneteskan air ke dahinya. Sudah tidak bisa lagi terbedakan mana peluh dan mana air hujan. Faul kembali berlari dan ia begitu lega karena melihat sosok Lesti dari kejauhan. Faul lalu berjalan mendekati Lesti yang masih menutupi wajah dengan kedua tangannya.
Faul tahu Lesti menangis. Badannya bergetar dan terdengar suara tangisan walau samar. Ia tak ingin membuat Lesti terganggu dengan tangisannya. Ia memlih membiarkan Lesti menumpahkan kekecewaannya dengan tangisan agar bisa lega.
Faul terdiam mematung di sisi Lesti, ia khawatir karena badan Lesti belum sembuh benar setelah sakit kemarin. Faul lalu membuka jaket yang ia kenakan dan memayungi Lesti dengan jaket itu walau ia tahu itu tidak akan terlalu membantu. (Yang suka nonton drakor pasti tahu ini dari drama apa >,<)
Lesti agaknya tahu ada seseorang yang memayunginya karena ia merasa air hujan tak lagi terasa mengguyur tubuhnya padahal ia masih mendengar suara rintikan yang sama. Lesti tidak lagi menutup wajahnya dan menatap sang mpu yang memayungi dengan jaketnya.
Mata mereka bertemu.
Faul merasakan hatinya sakit walau bukan dia yang merasakan luka itu. Mata Lesti yang sembab menyimpan banyak luka. Faul menyadari bahwa ia peduli pada Lesti, bukan sebagai teman, bukan sebagai sahabat. Faul menyadari jika ia jatuh cinta, cinta pada sang pemilik mata sembab itu.
bersambung . . .
Review dan Sinopsis yang mimin tulis murni dari mimin pribadi
Setiap orang berhak untuk setuju atau tidak setuju dengan pendapat mimin
Karena suka atau tidak suka dengan suatu FILM/DRAMA tergantung selera masing-masing
Dan pendapat mimin sama sekali tidak menjadi generalisasi bahwa pendapat orang lain pun sama
Mohon menghormati pendapat mimin, dan mohon berkomentar dengan sopan ya..
Terimakasih.. ^^
Comments
Post a Comment
DONT BE SILENT READER, pleaase comment.. ^^ NO BASH