Lesti melihat cermin lagi dan lagi. Ia s
udah memastikan
bahwa tampilannya rapih dan tidak ada yang aneh. Tapi ia terus memastikannya
agar semuanya sesuai dengan keinginannya.
“Nyalira wae?” (sendirian
aja?)
“Muhun pa, wios
nyalira wae da saurna di bumi Ka Faul oge nuju aya bibina. Janten moal
dua-duaan da.” (Iya Pak, biar sendiri aja soalnya di rumah Ka Faul juga
lagi ada tantenya. Jadi ga akan berdua-duaan kok)
“Nya atos salam ka Nak
Faul, punten kitu teu tiasa ngalayad. Bapa na bade ngurus lebet sakola si Redi.”
(Ya udah salam ke Nak Faul, maaf ga bias jenguk. Bapak mau ngurus masuk
sekolahnya Redi)
“Yaudah pak, dedek pergi ya. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Lesti mencium
punggung tangan ayahnya dan segera menyalakan mobil pribadinya. Karena
untuk keperluan pribadi Lesti juga tidak membawa serta manajer atau asistennya.
Lesti membawa pudding buatannya sendiri untuk Faul. Ia
merasa buatan sendiri mungkin lebih berkesan daripada membeli dri luar.
Lagipula Lesti khawatir akan memakan waktu yang lama jika mampir ke toko untuk
membeli sesuatu. Karena biasanya selalu saja ada yang memintanya berfoto bareng
atau meminta tanda tangan dan itu akan menghabiskan cukup banyak waktu.
Lesti memarkir mobilnya di depan gerbang dan mencoba
menyalakan bel. Suara tante Risa menyambutnya dari speaker dan ia lalu kembali
masuk mobil untuk memarkirkan di halaman rumah seteleh gerbang yang
dikendalikan dengan remote itu
terbuka.
“Duduk dulu dek, Faulnya masih di atas. Mau minum apa?”
“Air putih saja tente, ga usah repot-tepot.”
“Tunggu sebentar ya.”
Tante Risa muncul lagi tak lama kemudian dengan sebuah jug dari kaca berisi sirup jeruk dan ada pula
mangkuk es batu berbentuk daun beserta dua gelas kosong.
“Ga ada ART di rumah Faul katanya sih canggung kalo ada
orang lain di rumah.” Ujar Tante Risa membuka pembicaraan.
“Sama aja Tante di rumah dedek juga ga ada ART.”
“Oh iya? Kirain tante kalo artis pasti punya ART.”
“Hehe, dedek tinggal sama keluarga tante dan ada Mamah yang
biasa handle urusan rumah.”
“Oh begitu.”
“Ini tante, Dedek bikin Pudding buat Tante sama Ka Faul.
Semoga suka.”
“Ya Allah, repot-repot dek.”
“Ngga tante.”
“Nah tuh Faulnya.”
Faul terlihat menuruni tangga dan menuju ruang tamu.
“Ka Faul. Gimana keadaannya?” tanya Lesti.
“Alhamdulillah sudah jauh baikan dek.” Faul menatap Lesti
lalu kembali menunduk.
“Yaudah kalian ngobrol ya, tante mau persiapan ke RS.
Kebetulan dapet shift sore.” Tante
Risa
meninggalkan ke duanya di ruang tamu.
Faul segera membuka pintu ruang tamunya lebat-lebar begitu
tante Risa meninggalkan mereka. Lesti merasa sudah paham akan tingkah laku
Faul. Ia pasti menghindari fitnah tentang berbahayanya berduaan lawan jenis di
ruang tertutup.
Mereka lalu mengobrol tentang pekerjaan dan berita seputar
kampus. Ketika obrolan tentang pekerjaan dan kuliah sudah habis. Faul membuka
topik lain.
“Dek, aku boleh curhat ngga?”
“Boleh atuh Ka.
Tentang apa nih?”
“Menurut kamu menikah itu apa?”
“Menggenapkan setengah agama. Menyatukan dua keluarga bukan
sekedar menyatukan dua insan manusia.”
“Kalo menikah muda menurut kamu?”
“Baik-baik aja selagi mampu.”
“Menurut dedek, Aku kelihatan sudah siap menikah belum?”
“Lho? Ka Faul mau nikah muda?”
Faul memilih tersenyum daripada menjawab pertanyaan Lesti,
“Jawab dulu pertanyaan aku.”
“Siap atau tidak yang tahu ya Ka Faul sendiri sih. Tapi kalo Ka Faul tanya dedek sebagai
sahabat, Menurut dedek Ka Faul sudah siap.”
“Kenapa?”
“Ka Faul itu dewasa dan sudah mapan.”
“Tapi aku masih sekolah dek.”
“S2 kaka kan bentar lagi selsesai, Kalau kaka mau lanjut S3
menurut dedek itu tidak menghalangi niat baik Kaka untuk menikah.”
Faul mengangguk-ngangguk.
“Memang sudah ada calon Ka?”
“Orangtua di Aceh mau menjodohkan aku dek.”
DEG . . Ada perasaan sakit di hati Lesti. Harusnya ia mampu
memberikan selamat tapi ada kekecewaan di hatinya.
“Selamat Ka,” ujar Lesti akhirnya setelah terdiam cukup
lama.
“Lho Kok selamat? Aku belum selesai lho ceritanya.”
“Oh, kirain intinya sudah.” Lesti terkekeh menutupi perih di
hatinya.
“Kalo kamu dijodohkan kamu mau, dek?”
“Selama orangnya baik, baik agamanya, baik keluarganya. Dedek
pasti istikharah dulu Ka. Jadi
kenapa tidak.”
“Kalo seandainya dedek dijodohkan dengan seseorang tapi ada
orang lain yang dedek harap jadi pasangan dedek gimana?”
“Oh, dedek paham sekarang. Ka Faul lagi dilema ya. Hmm . . .
Kalo dedek yakin sama pilihan dedek yang mengharapkan seorang pria untuk jadi
pendamping. Dedek akan berusaha dulu memperjuangkannya sih Ka dan tentu saja
komunikasi sama orang tua kalo dedek sudah punya pilihan sendiri.”
“Walau akhirnya ditolak?
“Ya berjuang dulu lah Ka, kalau sudah berjuang lalu ditolak
baru deh memikirkan opsi lain.”
Mata Faul berbinar ia merasa mendapat pencerahan yang tidak
biasa.
“Ka Faul perjuangkan dulu wanita yang Ka Faul harapkan,
dedek rasa orangtua Ka Faul juga ingin Kaka bahagia.”
“Kalau dedek mau ngga nikah muda?”
“Mau Ka, dedek rasa pacaran itu melelahkan dan tidak tahu
ujungnya kemana. Pacaran itu bukan komitmen sehingga mudah saja pasangan itu
selingkuh. Sedangkan pernikahan adalah janji dengan Allah sehingga banyak hal
yang harus dikerjakan dan dilarang dalam sebuah pernikahan sesuai hukum Allah.”
“Kalau ada pria yang sudah dedek kenal menyatakan
keseriusannya gimana?”
“Yah jika memang orangnya baik dan berani bertemu orangtua
dedek. Dedek pasti akan memberi kesempatan untuk istikharah dulu Ka.”
“Dedek ngga trauma?”
“Dedek trauma dengan pacaran dan dedek rasa sekarang nyari
yang serius aja Ka. Capek pacaran jagain jodoh orang.” Ujar dedek panjang lebar
dengan diselingi tawa.
“Kalau ada temen yang suka sama dedek terus dedek ngga suka
sama dia. Terus dia melamar dedek dan dedek tolak. Apakah dedek akan menjauh
nantinya?”
“Ngga lah Ka. Memutus silaturahim itu ngga boleh.”
Faul merasa mendapat kekuatan lagi dan semakin yakin dengan
pilihannya.
“Tipe suami ideal kamu seperti apa?”
“Yang baik agamanya, baik keluarganya, bertanggung jawab,
dewasa.” Lesti teridiam sesaat,
“Ganteng, kaya, tinggi, putih.” Lanjut Lesti
dengan nada becanda.
“Aku masuk kriteria ngga?” tanya Faul to the point.
Lesti tertawa terbahak-bahak walau tidak bisa dibohongi
hatinya sedikit bergetar.
“Lho, kenapa ketawa Dek?”
“Habis Kaka aneh-aneh aja. Katanya curhat tapi malah jadi
nanya-naya sama dedek. Dan nanya kriteria suami dan kesiapan nikah. Kalo kayak
gini kan dedek jadinya bisa salah sangka lho Ka. Jangan-jangan yang ditaksir
Kaka itu dedek lagi.” Ujar Lesti panjang lebar sambil masih tertawa karena menyangka
hal yang sebenarnya tidak mungkin.
Faul diam dan tampak menarik nafas dalm-dalam.
“Untung dedek sahabat Kaka, jadi Dedek ngga akan salah
paham.”
“Ngga dek, kamu ngga salah paham. Aku suka sama dedek. Aku
berniat serius sama dedek.”
Lesti yang tertawa seketika terdiam. Ia tidak yakin apa yang
baru saja di dengarnya.
“Apa kamu bisa mempertimbangkan aku jadi calon suami kamu?”
Lesti kini sadar ia tidak salah mendengar. Ia terdiam.
Review dan Sinopsis yang mimin tulis murni dari mimin pribadi
Setiap orang berhak untuk setuju atau tidak setuju dengan pendapat mimin
Karena suka atau tidak suka dengan suatu FILM/DRAMA tergantung selera masing-masing
Dan pendapat mimin sama sekali tidak menjadi generalisasi bahwa pendapat orang lain pun sama
Mohon menghormati pendapat mimin, dan mohon berkomentar dengan sopan ya..
Terimakasih.. ^^
Comments
Post a Comment
DONT BE SILENT READER, pleaase comment.. ^^ NO BASH